Usahatani bawang merah pada musim hujan dapat dilakukan di lahan sawah atau lahan kering, tetapi sebaiknya dilakukan di lahan kering atau tegalan, di lokasi yang terbuka dan tidak terlindung tanaman besar seperti pohon kelapa dan bambu bawang merah hidroponik budidaya bawang merah organik budidaya bawang merah dalam polybag budidaya bawang
Tingkat risiko produksi dalam budidaya bawang merah akan mempengaruhi keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya dan keputusannya dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dalam produksi bawang merah dan perilaku petani terhadapnya, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko dalam produksi bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey kepustakaan dengan menggunakan sumber kepustakaan untuk mengumpulkan data penelitian. Data yang dihasilkan kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk menarik kesimpulan tentang tingkat risiko produksi yang tinggi pada budidaya bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko dalam produksi bawang merah antara lain pupuk urea dan ZA, hama dan penyakit. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free *Corresponding Author Hal 33-42 Email ISSN Online 2774-7212 Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah I Made Windu Yasa, *I Gusti Agung Ari Bawarta, Gede Mekse Korri Arisena Magister Agribisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia DOI ABSTRAK Tingkat risiko produksi dalam budidaya bawang merah akan mempengaruhi keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya dan keputusannya dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko dalam produksi bawang merah dan perilaku petani terhadapnya, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko dalam produksi bawang merah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey kepustakaan dengan menggunakan sumber kepustakaan untuk mengumpulkan data penelitian. Data yang dihasilkan kemudian dikumpulkan dan dianalisis untuk menarik kesimpulan tentang tingkat risiko produksi yang tinggi pada budidaya bawang merah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko dalam produksi bawang merah antara lain pupuk urea dan ZA, hama dan penyakit. Kata Kunci Bawang Merah, Komoditi, Produksi, Risiko, Usahatani. ABSTRACT The level of production risk in growing shallots will affect the decisions farmers make, especially about how much they will grow and what kinds of plants they will grow next. This study aims to determine the level of risk in the production of shallots and the behavior of farmers towards it, as well as to determine the factors that influence the level of risk in the production of shallots. The method used in this research is a literature survey using library sources to collect research data. The resulting data is then collected and analyzed to draw conclusions about the high level of production risk in shallot cultivation. The results showed that urea and ZA fertilizers, pests, and diseases are all things that can hurt the growth of shallots. Keywords Shallots, Commodity, Production, Risk, Farming. PENDAHULUAN Bawang merah merupakan komoditas strategis karena diharapkan untuk konsumsi keluarga selain untuk industri makanan. Untuk rumah tangga, bawang merah digunakan sebagai bumbu masakan. Selain untuk taburan masakan, industri pangan membutuhkan bawang merah untuk diolah menjadi bumbu masak siap pakai, untuk taburan lauk pauk, serta berbagai bumbu masakan Kemendag RI 2020. This is an open access article under the CC-BY 34 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Data dari Statistik Tanaman Hortikultura 2019 Badan Pusat Statistik, enam provinsi yang merupakan Negara penghasil bawang merah terbesar di Indonesia adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan dalam urutan bawang merah terbesar. Keenam provinsi tersebut menyumbang 93,38% dari total produksi bawang merah kering nasional yang mencapai 1,6 juta ton. Jawa Tengah merupakan penghasil bawang merah terbesar Pengalaman bertahun-tahun dalam budidaya pertanian yang dimiliki petani, tidak selalu menjadikan petani Mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang sesuai. Bahkan dengan paket teknologi, musim , dan medan yang sama pada berbagai produksi. Pada dasarnya hasil yang diperoleh merupakan hasil kerja dari banyak faktor, baik yang dapat dikendalikan maupun yang bersifat internal atau yang tidak dapat dikendalikan atau bersifat eksternal Astuti dkk. 2019. Faktor eksternal yang paling sering dihadapi petani adalah ketidakpastian harga, dimana petani dalam kondisi ini hanya sebagai price taker. Fluktuasi harga komoditas pertanian sangat sering terjadi yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jumlah permintaan konsumen, panjangnya rantai pemasaran serta spekulasi pedagang yang cenderung ingin memperoleh keuntungan tinggi. Berbagai macam risiko usahatani dapat menurunkan tingkat pendapatan petani yaitu risiko produksi, risiko harga atau pasar, risiko institusi, risiko manusia dan risiko keuangan Pusdatin 2019. Petani bawang merah di sawah dataran rendah kebanyakan adalah petani kecil hingga menengah. Perilaku petani dalam melakukan kegiatan pertanian sangat bergantung pada perilaku mereka dalam menghadapi risiko dan strategi mereka dalam menghadapi risiko, baik risiko produksi maupun risiko harga komoditas yang dihasilkan Arya dkk. 2015. Tingkat penerimaan petani terhadap risiko dalam kegiatan usaha tani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimilikinya dalam melakukan mitigasi risiko tersebut. Identifikasi jenis-jenis risiko yang kemungkinan terjadi dalam kegiatan usahatani mempengaruhi tingkat kesiapan petani dalam menghadapinya, dengan berbekal pengetahuan, keterampilan dan pengalaman panjang dalam kegiatan usaha tani yang sama. Dalam penelitian Arya dkk. 2015 menyatakan bahwa sebagian besar petani sudah memperhitungkan risiko produksi dan risiko harga sebagai bagian dari kegiatan usahatani yang berhubungan dengan kemungkinan terjadinya kerugian dan tidak hanya sebagai penyimpangan hasil usahatani. Petani memiliki persepsi bahwa Tingkat resiko produksi budidaya bawang merah tinggi dan hal ini dimungkinkan karena kurangnya penguasaan teknik produksi. Beberapa petani juga menganggap risiko harga budidaya bawang merah tinggi. Hal ini dikarenakan harga bahan baku yang fluktuatif atau fluktuatif karena merupakan faktor eksternal yang berada di luar kendali petani. Astuti dkk. 2019 dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat risiko produksi usahatani bawang merah pada musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini bertolak belakang dengan risiko produksi usahatani bawang merah yang dihadapi petani yang lebih tinggi pada musim hujan dikarenakan meningkatnya serangan hama dan penyakit. Dari data penelitian, hal ini dapat disebabkan oleh kesiapan petani dalam mencegah risiko produksi yang akan terjadi pada saat musim hujan dengan penggunaan input yang lebih banyak dan penerapan teknologi pertanian yang baik sehingga diharapkan dapat menstabilkan produksi bawang merah. 35 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Risiko produksi dan pendapatan yang dihadapi petani bawang merah termasuk dalam kategori tinggi. Semakin tinggi risiko bagi petani, semakin tinggi pendapatannya. Perubahan iklim dan cuaca yang menyebabkan kelangkaan air dan penyebaran hama seperti larva bawang merah dan layu Fusarium merupakan beberapa risiko yang dihadapi petani bawang merah dalam kegiatan pertaniannya. Petani bawang merah melakukan beberapa hal untuk mengurangi risiko yang dihadapinya, antara lain dengan menerapkan pola usahatani campuran pada satu hamparan yang Menggabungkan padi, palawija dan sayur-sayuran dalam satu areal yang sama, menanam padi, palawija dan sayur-sayuran di areal kecil yang berbeda, penyemprotan dan pemupukan untuk mengendalikan hama dan penyakit. Melakukan pemilahan dan penjemuran umbi bawang merah yang dihasilkan. Umbi bawang merah berkualitas baik selanjutnya dipisahkan dengan umbi busuk dan muda dengan melakukan sortasi dan grading Nailufar dkk. 2019. Kegiatan usahatani selalu menimbulkan risiko yang harus dihadapi oleh petani. Tinggi rendahnya tingkat risiko yang ada khususnya risiko produksi dalam kegiatan budidaya bawang merah akan sangat berpengaruh terhadap keputusan petani terutama dalam menentukan skala budidayanya, dan akan mempengaruhi keputusan petani untuk memilih jenis komoditas yang akan diusahakan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat risiko produksi budidaya bawang merah dan perilaku petani dalam menghadapinya, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refleksi untuk mengurangi tingkat resiko dalam produksi bawang merah. METODE PENELITIAN Studi ini dilaksanakan mulai dari bulan April hingga Mei 2022 melalui tahapan kajian pustaka. Kajian ini dilakukan dengan melakuan kajian terhadap 20 dua puluh hasil penelitian sebelumnya yang dipublikasikan antara tahun 2006 sampai 2021 di jurnal yang membahas tentang analisis risiko usahatani bawang merah di Indonesia yang digunakan sebagai acuan dan tidak mengumpulkan data secara langsung. Penelitian ini menggunakan data sekunder sebagai bahan penelitian yang berasal dari penelitian-penelitian sebelumnya, disajikan secara kuantitatif dan kualitatif Harlina dkk. 2018. Data sekunder adalah data yang sudah diperoleh berupa data yang dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur atau studi literatur. Menurut Zed 2008, dalam studi pustaka, pengumpulan pustaka tidak hanya sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian namun juga memanfaatkan sumber-sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. Data-data yang diperoleh kemudian dikompilasi, dianalisa dengan baik untuk mendapatkan kesimpulan tentang risiko produksi dalam usahatani bawang merah. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah dan Perilaku Petani Adetya 2021 menyatakan bahwa petani dalam membuat suatu keputusan cenderung menghindari risiko yang disebabkan oleh kehidupan petani di pedesaan selalu berhadapan dengan ketidakpastian tentang cuaca dan adanya tuntutan dari luar. Berusaha menghindari kegagalan yang dapat menurunkan kesejahteraanya merupakan karakter asli 36 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah yang dimiliki oleh petani tanpa adanya kemauan untuk menghadapi risiko untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar. Analisis risiko produksi dilakukan untuk mengetahui tingkat risiko yang ditimbulkan dalam produksi petani dalam kegiatan pertanian dengan memeriksa koefisien variasi CV. Koefisien variasi CV adalah ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat risiko relatif dengan membandingkan standar deviasi dengan nilai yang diharapkan Adetya, 2021. Berdasarkan hasil penelitian Adetya 2021 di Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur mengemukakan bahwa tingkat risiko produksi budidaya bawang merah di Kabupaten Sampang cenderung rendah yang dikarenakan petani lokal menentukan waktu yang tepat untuk penanaman bawang merah yaitu sekitar bulan April atau Mei. Zul Mazwan dkk. 2020 yang melakukan penelitian di Kota Malang, Jawa timur juga menyatakan hal yang sama, dikarenakan petani lebih memilih menanam komoditas bawang merah hanya pada musim kemarau dimana Serangan hama dan penyakit tidak separah pada musim hujan, sehingga risikonya jauh lebih rendah. Ghozali & Wibowo 2019, dalam penelitiannya di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menemukan bahwa produksi tanaman bawang merah berisiko tinggi, terutama bila ditanam pada musim hujan off-season, tinggi, dan penggunaan pestisida cair. juga meningkat pesat, berdampak pada biaya produksi. Sejalan dengan penelitian di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Pasaribu 2017, kami juga menemukan bahwa budidaya bawang merah di luar musim memiliki risiko produksi yang tinggi. Hasil penelitian dari Nailufar dkk. 2019 di Kabupaten Serang, Jawa Tengah juga menyatakan tingkat resiko produksi dalam usahatani bawang merah termasuk dalam kategori tinggi. Semakin tinggi risiko dalam produksi pertanian, semakin tinggi risiko pendapatan bagi petani. Konsisten dengan apa yang dilaporkan Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di Kota Batu, Jawa Timur, risiko budidaya bawang merah relatif tinggi. Tabel 1 Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Beberapa Lokasi Penelitian Sumber Data Diolah 2022 37 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Putri dkk. 2018 Sebuah studi yang dilakukan di desa Songan Kabupaten Bangli menemukan bahwa produksi budidaya bawang merah berisiko tinggi. Termasuk risiko tinggi karena dipengaruhi oleh ketinggian lahan dimana pada daerah atas atau lebih tinggi memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan daerah yang lokasinya lebih dibawah. Hal ini dikarenakan kelembaban udara dan curah hujan lebih tinggi pada daerah bawah yang juga mempengaruhi pertumbuhan bawang merah. Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara menyatakan bahwa risiko pendapatan merupakan risiko tertinggi dalam budidaya bawang merah. Tingginya risiko pendapatan sangat dipengaruhi oleh tingginya risiko Mengingat adanya kekhawatiran penurunan produksi akibat serangan hama, maka perlu dilakukan tindakan pencegahan seperti penyemprotan pestisida dan pemberian bahan kimia. Pendapatan usahatani bawang merah yang relatif tinggi di kota Medan memiliki kecenderungan risiko produksi yang relatif tinggi. Tingginya risiko produksi budidaya bawang merah juga ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Arya dkk. 2015 di Kabupaten Buleleng, Bali. Sebagai produk dengan nilai ekonomi tinggi dan risiko produksi tinggi juga cenderung tinggi diperlukan adanya strategi manajemen risiko mulai dari perencanaan usahatani seperti penentuan pola tanam, saat kegiatan budidaya dilakukan seperti pemakaian input yang berlebih dan setelah usahatani selesai atau panen yang meliputi kegiatan mempertahankan keberlanjutan usahatani setelah mengalami kegagalan seperti melakukan peminjaman dana dan pejualan aset serta penggunaan pendapatan sumber lainnya. Lawalata 2017 dalam penelitiannya di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa tingginya risiko produksi usahatani bawang merah menyebabkan petani berhati-hati dalam melakukannya sehingga mereka melakukan pola tumpang sari antara bawang merah dan cabai dengan tujuan mengurangi risiko yang ada. Perilaku petani dalam kegiatan usahatani sangat tergantung pada risiko yang dihadapi dan strategi mereka dalam menghadapi risiko yang ada baik risiko produksi maupun risiko harga output Arya dkk. 2015. Sikap petani terhadap risiko dalam pertanian dapat dibedakan menjadi kelompok petani yang penghindar risiko risk averse, petani netral risk neutral dan petani yang berani mengambil risiko risk enthusiast. Tabel 2 menunjukkan tanggapan petani terhadap risiko produksi tanaman bawang merah di beberapa daerah penelitian. Budiningsih & Pujiharto 2006 dalam penelitiannya di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menyatakan petani cenderung bersikap netral yang kemungkinan disebabkan oleh persepsi petani terhadap risiko dalam usahatani sudah merupakan hal biasa dan pasti terjadi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmania Fajri & Fauziyah 2019 di Desa Pojanan Barat, Kabupaten Pamekasan yang menjelaskan bahwa perilaku petani terhadap risiko produksi dalam usahatani bawang merah juga cenderung bersikap netral yang artinya petani akan tetap membudidayakan bawang merah tidak terpengaruh oleh tingkat risiko yang ada dan memandang risiko sebuah hal biasa terjadi terlebih dalam kegiatan usahatani. 38 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Tabel 2 Berbagai Perilaku Petani terhadap Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Beberapa Lokasi Penelitian Sumber Data Diolah 2022 Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa petani rata-rata bersifat Risk Averter menghindari risiko. Kegagalan produksi akan mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan komoditas yang akan dibudidayakan selanjutnya. Sejalan dengan penelitian Putra dkk. 2020, di Desa Sajen, Kabupaten Mojokerto Petani bawang merah juga cenderung menghindari risiko risk aversion. Perilaku Petani dalam Budidaya Bawang Merah yang cenderung menghindari risiko juga disampaikan oleh Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Petani di Kota Medan masih banyak yang enggan melakukan usaha tani bawang merah karena takut mengalami kegagalan produksi akibat serangan hama dan penyakit yang tidak dapat diprediksi. Sejalan dengan penelitian Lawalata 2017 yang dilakukan di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah yang manyatakan bahwa petani di Kabupaten Bantul kebanyakan bersikap menolak atau menghindari risiko sehingga untuk mengurangi Risiko produksi tanaman bawang merah ditimbulkan oleh sistem budidaya bawang merah dan cabai campur. Tidak semua petani di wilayah studi netral atau risk-averse produksi dalam budidaya bawang merah. Di beberapa daerah, petani lebih berani mengambil risiko Risk Lover. Widyantara & Yasa 2013 melakukan penelitian di Desa Buahan, Kabupaten Bangli menyatakan bahwa meskipun kegiatan usaha tani bawang merah pada musim kemarau di daerah penelitian memiliki risiko Lebih besar dari musim hujan, petani masih berani mengambil risiko dengan selalu menanam bawang merah di musim hujan dan kemarau. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ester 2017 di Kabupaten solok, Provinsi Sumatera barat yang manyatakan bahwa petani cenderung berani menghadapi risiko karena mereka telah memahami bahwa dalam melakukan usaha tani pasti memiliki risiko dan untuk menghadapi risiko, petani melakukan strategi preventif dan mitigasi seperti pengaturan pola tanam, penggunaan mulsa, pananaman varietas bibit berbeda dan sebagainya. 39 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Risiko Usahatani Bawang Merah Kegiatan Pertanian sangat Rentan terhadap Serangan Hama dan Penyakit Kegiatan usahatani sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang merugikan petani. Risiko ketidakpastian yang cukup tinggi seperti kegagalan panen pada komoditas bawang merah dapat mendorong petani untuk beralih ke komoditas lain untuk dibudidayakan khususnya komoditas yang bernilai ekonomis tinggi namun dengan risiko produksi yang rendah. Sumber faktor risiko produksi bawang merah di beberapa daerah penelitian yang diteliti oleh beberapa peneliti sebelumnya. Anda bisa melihatnya di Tabel 3. Putra dkk. 2020 dalam penelitiannya di Kabupaten Mojokerto menyatakan Ada dua variabel yang mempengaruhi risiko dalam produksi bawang merah yaitu pupuk urea dan ZA karena memiliki nilai probabilitas yang jauh di bawah probabilitas. Penggunaan urea yang berlebihan akan merusak tanah dan mengganggu keseimbangan unsur hara yang akan mempengaruhi kualitas tanah. Lawalata 2017 yang melakukan penelitian di Kabupaten Bantul, provinsi Jawa Tengah yang manyatakan bahwa serangan hama dan faktor cuaca yang tidak menentu merupakan faktor yang secara signifikan mempengaruhi risiko. Penggunaan pestisida dan obat-obatan banyak digunakan untuk mengurangi risiko produksi dalam budidaya bawang merah. Tabel 3 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada beberapa Lokasi Penelitian Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Hama dan Penyakit, Cuaca/Iklim Sumber Data Diolah 2022 40 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghozali & Wibowo 2019 di Kabupaten Nganjuk, Nailufar dkk. 2019 dalam penelitiannya di Kabupaten Serang, Putri dkk. 2018 dalam penelitiannya di Desa Songan Kabupaten Bangli, Nurul Nadhilah 2019 dalam penelitiannya di Kota Medan, Rahmania Fajri & Fauziyah 2019 dalam penelitiannya di Desa Pojanan Barat Kabupaten Pamekasan serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Ester 2017 di Kabupaten solok Provinsi Sumatera barat, semuanya menyatakan bahwa serangan Hama serta kondisi cuaca sangat mempengaruhi tingkat resiko dalam produksi bawang merah, sehingga penggunaan pestisida sangat tinggi. Mutisari & Meitasari 2019 dalam penelitiannya di kota Batu, Provinsi Jawa Timur, menyampaikan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah adalah Infestasi hama dan penyakit. Berdasarkan dari penelitian Arya dkk. 2015 di Kabupaten Buleleng dan penelitian di kota Malang Zul Mazwan dkk. 2020 faktor utama dalam budidaya bawang merah adalah hama dan penyakit. Pemakaian pestisida dan obat-obatan berlebih untuk menangani serangan hama penyakit tersebut dikhawatirkan berdampak pada kesehatan petani dan kerusakan lingkungan sekitar dalam waktu panjang. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1 Risiko produksi budidaya bawang merah tidak sama di semua wilayah, namun sebagian besar wilayah termasuk dalam kategori risiko produksi tinggi dan hanya beberapa wilayah yang termasuk dalam kategori risiko produksi rendah. mempertaruhkan. 2 Perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dalam budidaya bawang merah sangat bergantung pada persepsi risiko dan pengalaman petani dalam budidaya bawang merah. Sebagian besar kelompok petani bersikap menghindari risiko Risk Averter, beberapa kelompok petani berani menerima risiko Risk Lover dan sebagian kecil bersikap netral terhadap risiko Risk Neutral. 3 Hama dan penyakit, serta kondisi cuaca/iklim merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat risiko produksi budidaya bawang merah. Adapun saran yang disampaikan dalam penelitian ini adalah 1 Bagi petani, harus memahami terlebih dahulu risiko produksi yang berpotensi muncul pada saat ingin membudidayakan suatu komoditas seperti bawang merah, sehingga memiliki persepsi terhadap risiko tersebut dan mampu melakukan pengendalian pada saat risiko tersebut muncul. 2 Bagi petani, sebaiknya melakukan mitigasi dan identifikasi risiko produksi yang sering dan berpotensi muncul di daerahnya masing-masing sehingga dapat melakukan pengendalian lebih awal seperti melakukan pola tanam, penggunaan varietas unggul, penggunaan pupuk organik serta pestisida nabati/ hayati dalam pemberantasan hama. 3 Guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan dan ketahanan tanaman daun bawang terhadap hama/penyakit, petani dihimbau untuk menggunakan pestisida dan formulasinya sesuai dengan dosis yang dianjurkan. 4 Untuk studi lebih lanjut, beberapa hasil saat ini untuk analisis risiko pendapatan tanaman bawang merah dapat diperiksa dengan menggunakan metode tinjauan literatur. 41 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah DAFTAR PUSTAKA Adetya, A. 2021. Analisis Produksi, Pendapatan dan Risiko Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Agriscience, 25, 17–31. Astuti, L. T. W., Daryanto, A., Syaukat, Y., & Daryanto, H. K. 2019. Analisis Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten Brebes. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 34, 840–852. Budiningsih, S., & Pujiharto. 2006. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Agritech, 81, 127–143. Ester, M. W. 2017. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah Allium Ascalonium L. Di Nagari Sungai Nanam Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok. Skripsi. Universitas Andalas. Ghozali, M. R., & Wibowo, R. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 32, 294–310. Kemendag RI. 2020. Profil Komoditas Bawang Merah. Kementerian Perdagangan, 1–38. Lawalata, M. 2017. Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica, 102, 56. Mutisari, R., & Meitasari, D. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Kota Batu. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 33, 655–662. Nailufar, S. F., Anggraeni, D., Sari, R. M. 2019. Analisis Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Ilmu Pertanian Tirtayasa, 11, 22–36. Nurul Nadhilah. 2019. Analisis Risiko Produksi , Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var . Ascalonicum Kasus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. 1–85. Pasaribu, S. M. 2017. Risiko Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor, 206–224. 42 I Made W. Y. dkk., Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Pusdatin. 2019. Outlook Bawang Merah Komoditas Pertanian Subsektor Holtikultura. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian, 1–71. Putra, Y. H., Dwi Susilowati, & Farida Syakir. 2020. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Sajen Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 82, 49–58. Putri, A., Dewi, R. K., & Yudhari, I. D. A. S. 2018. Analisis Risiko Produksi Bawang Merah di Desa Songan B, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 73, 392. Rahmania Fajri, S., & Fauziyah, E. 2019. Keterkaitan Efisiensi Teknis dan Perilaku Risiko Petani Usahatani Bawang Merah Varietas Manjung. Jurnal Hortikultura Indonesia, 93, 188–196. Widyantara, W., & Yasa, N. 2013. Iklim Sangat Berpengaruh terhadap Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah Allium Ascalonicum L. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata, 21, 32–37. Zed, Mestika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. Zul Mazwan, M., Tarik Ibrahim, J., & A M Fadlan, W. 2020. Risk Analysis of Shallot Farming in Malang Regency, Indonesia. Agricultural Social Economic Journal, 203, 201–206. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Produksi, Pendapatan danA AdetyaAdetya, A. 2021. Analisis Produksi, Pendapatan dan Risiko Usahatani Bawang Merah di Kecamatan Sokobanah Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Agriscience, 25, Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten BrebesL T W AstutiA DaryantoY SyaukatH K DaryantoAstuti, L. T. W., Daryanto, A., Syaukat, Y., & Daryanto, H. K. 2019. Analisis Resiko Produksi Usahatani Bawang Merah pada Musim Kering dan Musim Hujan di Kabupaten Brebes. Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 34, 840-852. Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten BrebesS BudiningsihPujihartoBudiningsih, S., & Pujiharto. 2006. Analisis Risiko Usahatani Bawang Merah di Desa Klikiran Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Agritech, 81, Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten NganjukM R GhozaliR WibowoGhozali, M. R., & Wibowo, R. 2019. Analisis Risiko Produksi Usahatani Bawang Merah di Desa Petak Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis, 32, 294-310. I KemendagKemendag RI. 2020. Profil Komoditas Bawang Merah. Kementerian Perdagangan, Usahatani Bawang Merah di Kabupaten BantulM LawalataLawalata, M. 2017. Risiko Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Bantul. Jurnal Agrica, 102, 56. Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten SerangS F NailufarD AnggraeniR M SariNailufar, S. F., Anggraeni, D., Sari, R. M. 2019. Analisis Risiko Produksi dan Penawaran Bawang Merah Kasus di Desa Toyomerto Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang. Ilmu Pertanian Tirtayasa, 11, Risiko Produksi , Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var . Ascalonicum KasusNurul NadhilahNurul Nadhilah. 2019. Analisis Risiko Produksi, Harga dan Pendapatan pada Usaha Pembenihan Bawang Merah Allium Cepa Var. Ascalonicum Kasus Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian BogorS M PasaribuPasaribu, S. M. 2017. Risiko Produksi Pangan Tantangan dan Peluang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor, 206-224. :id]Berikut adalah Judul Tugas Akhir Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Rekayasa Pertanian : 2020. Efisiensi Penyerbukan Lebah Tanpa Sengat (Tetragonula laeviceps) Pada Tumpang Sari Tanaman Terung (Solanum melongena) dan Kacang Panjang (Vigna unguiculeta) di dalam Greenhouse.Efisiensi Penyerbukan Lebah Tanpa Sengat (Tetragonula laeviceps) RANCANGAN SISTEM HIDROPONIK BUDIDAYA BAWANG MERAH Allium Ascalonicum L. DAN SIMULASI ANALISIS BIAYARANCANGAN SISTEM HIDROPONIK BUDIDAYA BAWANG MERAH Allium Ascalonicum L. DAN SIMULASI ANALISIS BIAYATraditional cultivation of shallot is subject to uncertainty both in productivity and price. This seasonal situation was primarily due to climatic factors. Hydroponics cultivation offers a potential solution to that problem because hydroponics was not dependant to climate. Therefore, production can be maintained throughout a year around. This research aims to design hydroponics system for shallot cultivation, to simulate cost analysis, and to estimate profit. The research was conducted by constructing a hydroponics module with dimension as the following 100 cm high, 3 m long and 60 cm wide. Growth medium made from rice hush char as deep as 15 cm was used in the module. 114 cloves of shallot were nursed, and transplanted to the bed after shoots developed about 5 cm, with 10x15 cm spacing. Parameters observed in this study included pH, EC, moisture content, and plant growth. In addition, three scenarios of the hydroponics systems were simulated to elaborate cost and profit es... Hasilpenelitian menunjukkan bahwa komoditas bawang merah di Kabupaten Sumenep mempunyai daya saing baik dari keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Hal ini dibuktikan dengan nilai DRC sebesar 0,2014 dan nilai PCR sebesar 0,3786. Secara ekonomi usahatani bawang merah di Kabupaten Sumenep layak untuk dikembangkan.Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang menurut kami tidak akan pernah mati di Indonesia. Hal ini lantaran sayuran ini tergolong sebagai salah satu sayuran yang bisa memberikan aroma dan rasa yang khas pada masakan. Sehingga nyaris seluruh masyarakat di Indonesia menggunakan bawang merah untuk memasak makanan mereka. Tidak peduli lokasi mereka, apakah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, ataupun mereka yang tinggal di daerah timur seperti di Maluku ataupun Papua. Menariknya bawang merah tergolong sebagai salah satu tanaman yang bisa kamu tanam sendiri loh di rumah. Lebih jauh lagi bahkan kamu bisa menanam bawang secara hidroponik yang nantinya bisa kamu konsumsi sendiri, atau malah untuk kamu jual kembali. Ini dia cara menanam bawang merah hidroponik yang paling mudah! Baca juga Cara menanam bawang merah biasa Langkah pertama sebelum kamu mulai melakukan penanaman bawang merah secara hidroponik adalah dengan mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Kami akan menjelaskan beberapa hal yang harus kamu pelajari dan persiapkan sebelum memulai. Khususnya bagi kamu yang pemula dan bahkan belum pernah bercocok tanam sama sekali, mempelajari tetek bengek bawang hidroponik dengan baik dan benar adalah mutlak harus dilakukan. Hal ini karena memang hidroponik memiliki tingkat kesulitan yang agaknya lebih tinggi dibandingkan bercocok tanam secara konvensional. Akan tetapi kalau sudah berjalan, biasanya sistem tanaman hidroponik lebih praktis dalam hal perawatan. Selain itu dengan mempelajari seluruhnya dengan baik dan benar, kami harapkan kamu bisa memecahkan berbagai masalah secara mandiri terlebih dahulu apabila nantinya kamu menemukan kesulitan. Ini dia beberapa persiapan di dalam menanam bawang hidroponik. Jenis bawang merah Langkah yang paling penting di dalam bercocok tanam adalah mempelajari jenis sayuran yang ingin kamu tanam. Hal ini karena masing-masing jenis bawang memiliki karakteristik dan persyaratan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga ketika kamu nantinya menanam salah satu jenis, kamu harus benar-benar menyesuaikan lingkungan tumbuh yang ideal bagi jenis tersebut dengan sistem hidroponik yang telah kamu bangun sebelumnya. Adapun jenis bawang merah yang lazim ditanam di Indonesia adalah sebagai berikut ini Bawang Merah Bima Brebes; bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu jenis lokal yang sangat baik apabila kamu tanam di daerah dengan dataran tinggi. Ciri khas dari bawang jenis ini adalah daunnya yang berwarna hijau dengan lubang silindris, warna bawang merah muda dan umbinya cenderung lonjong. Adapun ukuran umbi bawang merah jenis ini diketahui tidak terlalu besar namun sangat produktif dimana setiap tanamannya bisa menghasilkan bahkan hingga 12 umbi. Adapun masa panen dari bawang jenis ini pun cukup singkat yakni sekitar 50 hingga 60 hari setelah tanam HST. Bawang Merah Kuning; bawang varietas kuning ini pun masih berasal dari Brebes yang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil bawang berkualitas. Salah satu ciri khas dari bawang merah varietas ini adalah umbinya yang berukurang cukup besar sehingga sangat disukai petani. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini adlah sekitar 70 hari setelah tanam HST. Meski demikian bawang jenis ini rentan terhadap penyakit jamur dan bercak ungu. Tapi untuk penanaman secara hidroponik tentunya menurunkan kemungkinan bawang ini terkena penyakit tersebut. Bawang Merah Maja Cipanas; bawang jenis ini merupakan salah satu jenis lokal dari daerah Cipanas yang memiliki ciri daun silindris hijau tua, namun memiliki umbi yang cukup gemuk dan gepeng. Jumlah anakan rata-rata 6 hingga 12 buah dari setiap tanamannya. Salah satu keunikan dari bawang jenis ini adalah dapat dipanen saat umur 60 hari setelah tanam HST, namun sangat mudah berbunga dan cenderung mudah untuk dirawat. Bawang Merah Mentes; nah kalau yang satu ini merupakan salah satu jenis bawang merah hasil klon dan persilangan antara dua jenis bawang merah unggul. Keunggulan yang dimiliki oleh bawang merah jenis ini adalah daya tahan penyimpanannya yang cukup lama yakni bisa mencapai 4 bulan. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini adalah sekitar 50 hari setelah tanam HST, dengan berat bawang per umbi yang bisa mencapai 10 gram. Bawang Merah Pancasena; tergolong sebagai salah satu jenis bawang merah unggulan hasil dari persilangan antara dua jenis bawang merah unggul lainnya. Ciri khas dari bawang merah ini adalah daunnya yang berwarna hijau tua dengan umbi yang bisa sangat besar. Dalam beberapa pertanian bahkan ada yang bisa membuat umbi dari bawang merah pancasena ini mencapai berat 30 gram loh! Keunggulan lain dari bawang merah jenis ini adalah masa panennya yang hanya sekitar 50 hari setelah tanam HST dengan masa penyimpanan yang juga bisa sangat lama, yakni mencapai 4 bulan setelah bawang merah ini dipanen. Bawang Merah Sembrani; merupakan salah satu jenis bawang merah hasil perkawinan silang antara bawang merah Thailand dengan bawang bombai. Keunggulan dari bawang jenis ini adalah masa panennya yang hanya 54 hari setelah tanam saja HST. Bawang Merah Trisula; Merupakan salah satu jenis bawang merah hasil dari persilangan antara dua jenis bawang merah unggulan. Salah satu ciri dari bawang jenis ini adalah sangat baik apabila di tanam di dataran tinggi. Daun dari bawang jenis ini hanya sekitar 4 hingga 5 helai saja per umbi dengan warna umbi yang merah tua. Adapun masa panen dari bawang merah jenis ini pun tergolong cukup singkat apabila dibandingkan dengan beberapa jenis bawang merah lainnya. Selain itu masa penyimpanan dari bawang merah jenis ini juga sangat lama yakni bisa mencapai 5 bulan setelah panen, dan produktivitasnya pun sangat tinggi. Tidak heran kalau bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu jenis yang cukup disukai. Bawang Merah TSS Agrigorti 1; boleh dibilang bawang merah jenis ini tergolong sebagai salah satu yang paling unggul bila dibandingkan degnan bawang merah jenis lainnya. Alasannya adalah karena bawang merah jenis ini merupakan salah satu hasil pemurnian dari bawang merah varietas maja yang memiliki ciri bersari bebas. Ciri khas dari bawang merah jenis ini adalah dari satu rumpun kamu hanya bisa menghasilkan 1 hingga 2 umbi saja, dengan masa panen sekitar 66 hingga 68 hari setelah tanam HST. Bawang Merah Violetta 2 Agrihorti; untuk yang satau ini sih merupakan salah satu bawang merah hasil dari persilangan antara jenis Sembrani dengan jenis Kramat 1. Meski demikian jenis bawang merah yang satu ini memiliki kekurangan, diantaranya adalah masa panennya yang cukup lama yakni sekitar 80-90 hari setelah tanam HST. Tentu cukup jauh berbeda bila dibandingkan dengan jenis lainnya yang hanya butuh 50 hingga 60 hari setelah tanam HST saja. Bawang Merah Medan Samosir; dari namanya saja sudah bisa kamu ketahui kalau bawang merah jenis ini merupakan salah satu jenis yang cukup diunggulkan dari daerah Medan. Salah satu keunggulan dari bawang jenis ini adalah masa panennya yang sekitar 70 hari setelah tanam, dengan jumlah umbi sekitar 6 hingga 12 buah di dalam satu rumpun. Untuk produktivitasnya pun sebenarnya masih dalam batas rata-rata saja. Bawang Merah Nganjuk; selain dari Brebes dan Sumenep, salah satu jenis bawang merah yang cukup disukai oleh banyak petani adalah bawang merah dari daerah nganjuk. Boleh dibilang bawang merah ini merupakan salah satu jenis unggul yang dihasilkan antara beberapa jenis bawang lokal. Sifat unggul yang dimiliki oleh bawang merah jenis ini diantaranya adalah aroma bawang yang sangat nikmat, dengan masa panen hanya 50 hari setelah tanam HST saja dan jumlah panen yang sangat tinggi, yakni bisa mencapai 12 ton per hektar bila ditanam di tanah. Jumlah ini sangat banyak bila dibandingkan dengan jenis lain yang hanya mencapai 7 hingga 10 ton rata-rata panen, bila ditanam di tanah. Selain dari sebelas jenis bawang merah yang kami bahas di atas, pada dasarnya kamu bisa menemukan jauh lebih banyak jenis bawang merah di Indonesia. Belum lagi varian-varian lokal yang masing-masingnya memiliki jenisnya tersendiri. Saran kami pilihlah jenis benih yang menurut kamu paling mungkin untuk ditanam, diantaranya adalah sesuai dengan syarat pertumbuhannya, cocok dengan iklim dan suhu udara di tempatmu tinggal, dan tentu saja cocok dengan kantongmu. Karena jelas masing-masing benih memiliki kualitas yang berbeda-beda dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Namun yang jelas benih dengan kualitas unggul tentu saja memiliki harga yang juga tidak murah. Nah pada akhirnya silahkan memilih salah satu yang menurut kamu paling cocok, akan tetapi jangan lupa untuk selalu menyesuaikan lingkungan pertumbuhan bawang merah sesuai dengan syarat idealnya. Selain itu salah satu kunci dari penanaman bawang secara hidroponik adalah dengan memberikan asupan oksigen sebanyak-banyaknya ke akar, namun tanpa mengurangi konsentrasi larutan nutrisi yang ideal. Agar pertumbuhan umbi bisa maksimal! Cek juga Cara menanam bawang putih hidroponik Cara menanam jahe hidroponik Sistem Hidroponik Setelah mempelajari jenis-jenis bawang merah yang bisa kamu tanam, saatnya kamu mempelajari seluruh sistem hidroponik dasar yang menurut kami merupakan salah satu langkah penting. Sebelum itu kamu perlu tahu bahwa saat ini ada banyak sekali teknik hidroponik yang bisa digunakan di seluruh dunia. Alasannya adalah karena teknik ini memang merupakan salah satu teknik yang paling mudah untuk dimodifikasi dan dibuat variasinya. Akan tetapi saran kami pelajarilah beberapa teknik dasar yang cukup dikenal di seluruh dunia saat ini, yakni Deep Water Culture DWC, Nutrient Film Technique NFT, Aeroponics, Wick System, hingga Drip System dan Abb and Flow System. Karena kebanyakan teknik lain di luar teknik yang kami sebutkan di atas merupakan modifikasi ataupun pengembangan dari salah satu teknik dasar di atas. Pelajari seluruhnya secara singkat, dan pilihlah salah satu yang paling pas. Setelah itu barulah kamu bisa mempelajari salah satu teknik yang paling pas, baik sesuai dengan karakteristik bawang merah, ataupun sesuai dengan kemampuanmu. Baik kemampuan finansial ataupun kemampuan teknikal. Kondisi tanam Setelah mempelajari bibit yang ingin kamu tanam dan teknik-teknik hidroponik dasar yang ada, saatnya kamu mempelajari kondisi tanam yang ideal bagi bawang merah. Kondisi tanam macam ini bisa dibilang juga sebagai salah satu syarat utama agar bawang bisa tumbuh optimal. Hal ini amat penting kamu pelajari, apalagi bagi kamu yang sama sekali belum pernah bercocok tanam. Karena persyaratan tumbuh bagi semua tanaman merupakan hal kunci yang harus dipenuhi oleh setiap pekebun agar tanaman bisa tumbuh optimal. Lebih jauh lagi, ketika kamu memutuskan untuk membuat sistem hidroponik maka kamulah yang menjadi penentu dari lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Karena nyaris semua hal terkait lingkungan pertumbuhan tanaman bisa diatur di dalam sistem hidroponik. Adapun beberapa kondisi tanam yang bisa memengaruhi pertumbuhan dari bawang merah hidroponik yang kamu tanam adalah sebagai berikut ini Suhu, salah satu faktor terpenting yang harus kamu selalu perhatikan adalah menjaga suhu dari sistem hidroponik yang kamu punya. Hal terbaik yang bisa kamu lakukan tentu saja dengan membeli sebuah thermostat sehingga suhu dari lingkungan tanam bawang hidroponik yang kamu punya bisa disesuaikan dengan thermostat tersebut. Tapi siapa pekebun rumahan yang memiliki modal sebesar itu? Saran kami adalah untuk mengatur suhu dari larutan nutrisi di sistem hidroponik tersebut. Setidaknya cara itu bisa menjaga suhu dari sistem hidroponik tetap stabil. Bawang merah sendiri sangat baik apabila ditanam dengan suhu rata-rata 25 hingga 32o Catatlah fluktuasi suhu harian, dan selalu lakukan pengaturan apabila suhu larutan nutrisi sudah menyimpang terlalu jauh. pH, faktor penting lainnya yang perlu kamu perhatikan adalah tingkat keasaman dari larutan nutrisi alias pH. pH sama seperti suhu, karena sangat fluktuatif dan begitu mudah berubah. Nilai pH sendiri bahkan bisa berubah apabila kamu jarang melakukan pengecekan larutan nutrisi. Karena konsentrasi larutan nutrisi dan apa yang ada di dalamnya sangat memengaruhi pH dari larutan nutrisi itu sendiri. Untuk menjaga larutan nutrisi tetap ideal, saran kami adalah untuk selalu mencatat larutan nutrisi serta menggunakan pH meter yang berkualita. Adapun pH ideal dari bawang merah adalah sekitar 5,6 hingga 6,5. Gunakan buffer pH apabila kamu mendapati terjadi perubahan pH, khususnya bila sudah berada di luar rentang ideal. Periode panen, salah satu faktor penting yang menurut kami cukup sering terlupakan, khususnya oleh para pekebun pemula adalah periode panen. Kamu harus teliti di dalam mencatat periode panen, apalagi bila kamu memiliki lebih dari satu jenis tanaman dan ditanam dalam waktu yang berbeda-beda. Melakukan panen di luar periode panen yang dianjurkan diketahui akan menyebabkan aroma dan rasa yang dimiliki oleh bawang tersebut menjadi tidak maksimal. Selain itu kadang teksturnya pun akan menjadi tidak nikmat untuk dimakan. Cahaya matahari, bawang merah sendiri meski menyukai suhu dingin tetap saja lebih senang bila berada di bawah sinar matahari. Rata-rata bawang membutuhkan penyinaran sekitar 75% saja. Bagi kamu yang tinggal di daerah dengan cahaya matahari intensitas tinggi, kami cukup menyarankan kamu untuk menggunakan paranet agar sinar matahari tidak langsung mengenai tanaman dalam intensitas yang terlalu tinggi. Selain itu perhatikan pula, jangan sampai tanaman tampak kering karena terlalu sering terkena matahari. Media tanam, bawang merah sendiri cukup menyukai media tanam yang lembab sehingga ada banyak sekali media tanam yang bisa kamu pilih. Selain itu nantinya pemilihan media tanam harus sesuai dengan teknik hidroponik yang kamu pilih. Beberapa media tanam yang bisa kamu pilih untuk menanam bawang secara hidroponik adalah rockwool, cocopeat, hingga campuran perlite dan vermiculite. Di luar itu kamu bisa misalnya menggunakan hydroton pebbles. Namun paling enak sih menggunakan rockwool karena kebanyakan pegiat hidroponik di Indonesia menggunakan media tanam ini. Sehingga bila nantinya kamu ada kesulitan, bisa banyak bertanya kepada pegiat hidroponik lainnya. Teknik hidroponik, setelah membaca seluruh teknik dasar seperti yang kami jelaskan di atas, kamu boleh saja memilih salah satu yang menurut kamu paling mudah ataupun murah untuk dibuat. Namun secara personal kami cukup menyarankan kamu untuk menanam bawang merah hidroponik dengan menggunakan teknik aeroponik ataupun NFT karena sangat cocok dengan syarat tumbuh dan karakteristik dari tanaman ini. Seluruh faktor di atas, apabila kamu bisa menjaganya dengan baik tentu akan meningkatkan keberhasilan di dalam menanam bawang secara hidroponik. Selain itu diharapkan pula kamu akan bisa menyelesaikan masalah terkait penanaman bawang bila sudah menguasai faktor-faktor di atas. Penyemaian Bibit Bawang Merah Hidroponik Bawang merah sendiri bisa kamu semai baik dari bibit ataupun dari umbi yang sudah kamu miliki. Keduanya memiliki cara yang serupa kok, hanya saja tentu akan lebih cepat apabila kamu melakukan penyemaian dari umbi. Selain itu perlu kamu ketahui pula bahwa melakukan penyemaian bibit bawang merah hidroponik langkahnya sama saja dengan bawang merah yang akan ditanam secara konvensional. Berikut ini adalah langkah-langkahnya Menyiapkan beberapa peralatan dan bahan-bahan di bawah ini Bibit yang ingin disemai, lebihkan beberapa bibit sesuai dengan keinginanmu. Atau kamu juga bisa menyemai menggunakan umbi bawang merah. Air secukupnya sesuai dengan ukuran wadah besar. Tusuk gigi secukupnya. Larutan nutrisi. Selang aerator. Beberapa buah wadah, bisa menggunakan toples kaca. Ambil sejumlah wadah yang telah kamu persiapkan sebelumnya. Isilah wadah tersebut dengan menggunakan air bersih, usahakan air yang digunakan bersifat netral’. Jangan lupa untuk melubangi bagian bawah wadah tersebut. Untuk air yang akan kamu gunakan melakukan penyemaian kami cukup menyarankan agar kamu menggunakan air tanah, air tampungan hujan, atau air sumur. Apabila menggunakan air PDAM maka bisa mempersiapkan air tersebut sebelumnya, diantaranya dengan menjemur air tersebut kira-kira selama 1 hingga 2 hari di bawah sinar matahari terik, agar setidaknya kandungan klorin bisa berkurang dari dalam air. Persiapkanlah bibit bawang merah tersebut, atau bila kamu langsung menggunakan umbi bawang merah, maka kamu bisa mempersiapkan umbi bawang merah yang ingin kamu budidayakan di hidroponik tersebut. Kamu cukup meletakkan bibit bawang merah tersebut di media tanam yang telah kamu persiapkan sebelumnya. Bisa di media tanam rockwool ataupun dengan menggunakan cocopeat. Pastikan bagian bawah media tanam bisa menyentuh air sehingga perlahan-lahan perakaran bisa keluar dari sana. Bila langsung menggunakan perlite ataupun media tanam semacamnya bisa melakukan langkah di bawah ini. Pertama-tama tuangkan perlite ke dalam wadah besar hingga tersisa sekitar 5-10 cm ruang di bagian paling atas. Setelah itu tuangkan air ke wadah besar tersebut hingga air meresap ke perlite ataupun media tanam sejenis yan gkamu gunakan. Siapkan umbi bawang merah, dengan cara memotongnya di bagian terbawah hingga bagian dalamnya terlihat sebagian. Bagian yang terpotong kamu tanam di perlite hingga umbi terbenam seluruhnya di dalam media tanam. Letakkan wadah yang telah ditaruh bibit bawang merah tadi di tempat yang kering dan terkena sinar matahari. Jangan lupa untuk selalu menjaga kondisi larutan nutrisi agar pH, suhu, dan kepekatannya selalu sesuai terhadap pertumbuhan bawang merah. Bila daun bawang merah sudah muncul hingga agak tinggi, maka bawang merah sudah siap dipindahkan ke sistem hidroponik. Biasanya proses ini akan memakan waktu sekitar 40 hari, atau tentu sesuai dengan jenis bibit yang kamu beli dan perlakuan yang diberikan terhadap bibit tersebut. Untuk masa penyemaian bawang sendiri sebenarnya ada sangat banyak hal yang perlu kamu perhatikan. Bila dibandingkan dengan sayuran atau tanaman lainnya masa penyemaian bawang ini cukup sulit karena tanaman amat rentan terhadap penyakit dan cuaca. Apalagi masa penyemaiannya cukup lama yakni mencapai 40 hari, atau tergantung dari jenis bibit bawang yang kamu pilih. Selain itu tanaman ini juga sangat rentan terhadap stress ketika akan dipindahkan ke sistem hidroponik. Yah boleh dibilang memang untuk tanaman ini sendiri memiliki tingkat kesulitan menengah, apabila kamu tanam secara hidroponik. Transplantasi dan Pemindahan Bawang Merah di Sistem Hidroponik Bila kamu sudah sukses melakukan proses penyemaian bawang merah, langkah selanjutnya yang harus kamu lakukan adalah penyortiran bawang merah yang ingin kamu pindahkan ke sistem hidroponik. Beberapa benih yang menurut kami layak untuk dipindahkan adalah Ukurannya optimal ataupun besar-besar, namun tetap disesuaikan dengan jenis bawang yang ditanam. Tidak terkena penyakit seperti layu bakteri ataupun fusarium, dimana bawang merah sangat rentan terhadap kedua penyakit tersebut. Ukuran dari tanaman yang dipindahkan secara umum seragam. Nah secara umum kamu bisa mengikuti ketiga kriteria tersebut untuk kemudian memindahkan bawang merah ke sistem hidroponik yang sudah kamu buat sebelumnya. Adapun langkah-langkah pemindahan bawang merah dari penyemaian ke sistem hidroponik adalah sebagai berikut ini Pisahkan masing-masing media tanam yang sudah ditanami bibit bawang merah Jangan lupa untuk memindahkan tanaman bawang merah yang berkualitas baik saja ya, tahap ini disebut dengan penyortiran. Hati-hati di dalam mengangkat bawang merah dari media penyemaian, apalagi bila kamu menggunakan perlite karena dikhawatirkan bisa merusak bagian akar dari bawang merah hidroponik tersebut. Pindahkan bawang merah tersebut ke dalam sistem hidroponik yang sudah kamu siapkan sebelumnya. Masukkan masing-masing bawang merah ke dalam netpot yang telah disiapkan sebelumnya. Baik teknik NFT ataupun aeroponik, sebenarnya memiliki langkah yang cukup serupa. Selain itu untuk media tanam baik campuran perlite – vermiculite, perlite, ataupun hydroton sebenarnya pun memiliki langkah yang sama. Perbedaannya nanti hanya di kapasitas penyerapan terhadap air dan aerasi saja. Angkat benih bawang merah dari media tanam hingga seluruh akarnya terlepas, namun pastikan tanaman tidak rusak. Nah bisa dibilang langkah ini merupakan salah satu langkah yang penting, karena cukup sulit dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari bawang merah hidroponik tersebut nantinya. Adapun mekanisme penanaman tentu saja bervariasi tergantung dari teknik hidroponik yang ingin kamu gunakan. Isi sistem hidroponik dengan larutan nutrisi. Nilai kadar larutan nutrisi ini bisa juga bervariasi antar jenis bawang merah. Saran kami kamu bisa membaca sesuai dengan rekomendasi yang biasanya dicantumkan di bungkus bibit, atau tentu bisa bertanya kepada penjual toko bibit tersebut. Namun rata-rata kamu bisa mengatur kepekatan nutrisi sekitar 300 hingga 400 ppm dengan menggunakan nutrisi AB Mix saat usia bawang merah masih cukup muda, atau ketika bawang merah baru dipindahkan dari media semai. Ketika usia bawang merah sudah di minggu kedua naikkan kepekatan larutannutrisi menjadi sekitar 700 hingga 900 ppm. Adapun ketika bawang merah sudah bertambah satu minggu usianya, maka naikkankembali larutan nutrisi hingga 1000 sampai 1200 PPM selama 3 minggu. Terakhir naikkan kepekatan larutannutrisi antara 1200 hingga 1300 ppm mulai dari minggu ke enam hingga masa panen. Sebenarnya untuk angka kepekatan ini cukup rumit, namun untuk bawang merah sendiri rata-rata dibutuhkan 700 hingga 1300 ppm sepanjang perkembangannya. Jaga selalu agar pH tetap di antara 5,5 hingga 6,5. Lakukan pengecekan sistem hidroponik rutin, setidaknya lakukanlah selama 2 hari sekali. Lakukan pengecekan tinggi air, kadar ppm larutan nutrisi, kebersihan wadah nutrisi secara umum, dan kondisi tanaman. Pastikan ppm tetap terjaga dan kadar air tidak surut atau kering. Jangan lupa lakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Bila sudah mencapai masa panen kamu bisa langsung memanen umbi bawang merah Jangan memanen bawang merah lebih dari masa panen yang tertera atau spesifikasinya, karena akan menyebabkan rasa bawang merah menjadi tidak nikmat untuk dikonsumsi. Selesai! Nah itulah tadi beberapa langkah mudah serta beberapa tips penting yang harus selalu kamu perhatikan apabila kamu ingin mencoba bercocok tanam bawang merah dengan menggunakan teknik hidroponik. Memang salah satu kesulitan dari menanam bawang merah adalah di dalam proses penyemaian karena bawang merah sendiri tergolong cukup manja, apalagi saat masa-masa penyemaian. Selain itu bawang merah juga cukup mudah stress ketika dipindahkan, sehingga mungkin bisa terjadi gagal panen. Tapi jangan takut, selamat mencoba dan semoga berhasil ya!
45Kpts/PD.200/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Cabai, Bawang Merah, dan Jeruk Nasional. Adapun komoditas hortikultura yang akan secara intensif mendapat perhatian utama pada level nasional pada periode 2015 – 2019 adalah: aneka cabai, bawang merah, jeruk. 9. Sistem Perbenihan Hortikultura Dalam pengembangan hortikulturaTraditional cultivation of shallot is subject to uncertainty both in productivity and price. This seasonal situation was primarily due to climatic factors. Hydroponics cultivation offers a potential solution to that problem because hydroponics was not dependant to climate. Therefore, production can be maintained throughout a year around. This research aims to design hydroponics system for shallot cultivation, to simulate cost analysis, and to estimate profit. The research was conducted by constructing a hydroponics module with dimension as the following 100 cm high, 3 m long and 60 cm wide. Growth medium made from rice hush char as deep as 15 cm was used in the module. 114 cloves of shallot were nursed, and transplanted to the bed after shoots developed about 5 cm, with 10x15 cm spacing. Parameters observed in this study included pH, EC, moisture content, and plant growth. In addition, three scenarios of the hydroponics systems were simulated to elaborate cost and profit estimation. The three scenarios included scaling up the cultivation beds, ten year cultivation, and productivity from three types of hydroponics modules. The results showed that during hydroponics cultivation of shallot, EC of nutrient solution was elevated to the last level of 3106 μS/cm, while pH was found to be The yield of the shallot was kg/m2 with average tuber diameter of 10-15 mm. This production was suboptimal, yet profit and cost comparisons could be clearly described through the simulations of three types of hydroponics modules. Keywords cost and profit analysis, hydroponics cultivation, nutrition solution, shallot Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free A preview of the PDF is not available ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Mareli TelaumbanuaDi daerah tropis, pertumbuhan tanaman cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti suhu, nutrisi, dan cahaya. Suhu, unsur hara, dan kelengasan tanah yang tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman, mampu menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Hal ini diakibatkan oleh terganggunya produksi enzim dan pembentukan hormon untuk membantu pembentukan jaringan tanaman. Terganggunya pertumbuhan tanaman cabai, ditunjukkan melalui rendahnya pertumbuhan luas permukaan daun dan tinggi tanaman, saat dibandingkan tanaman yang berada pada suhu ideal. Untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil yang maksimal, dibutuhkan sistem kontrol yang mampu mengendalikan suhu, kelengasan tanah, dan hama saat tanaman cabai dibudidayakan. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah merancang suatu sistem pengendalian yang mampu mengendalikan iklim mikro, pemupukan dan pengendalian hama untuk pertumbuhan tanaman cabai. Untuk itu, langkah pertama yang dilakukan adalah perancangan sensor suhu lingkungan dan sensor kelengasan tanah. Mikrokontroler menghubungkan sensor dengan aktuator pompa air dan pompa irigasi melalui modul relay dan transistor TIP122. Keakuratan sensor suhu DHT 22 dan sensor kelengasan tanah dihitung berdasarkan pendekatan nilai koefisien determinasi dan total error masing-masing sensor. Kinerja aktuator dalam perancangan ini, meliputi kecepatan respon dan durasi waktu kerja. Uji kinerja dilakukan sebanyak 3 kali percobaan tanpa menggunakan tanaman cabai. Koefisien determinasi R² sensor suhu 1, sensor suhu 2 dan sensor suhu 3 berturut-turut adalah 0,999, 0,999, dan 0,999. Total error dari ketiga sensor tersebut berturut-turut adalah -0,071 ºC, -0,085 ºC, dan 0,014 ºC. Koefisien determinasi R² sensor kelengasan 1, sensor kelengasan 2, dan sensor kelengasan 3 adalah 0,888, 0,8401, dan 0,8963. Total rerata error untuk ketiga jenis sensor kelengasan ini adalah -0,2204 % , -0,0952 % dan -2,8049 %.p>Rice is the food crop with the harvested area and production of the highest among other food crops in Karanganyar Regency. From year to year, its harvested area, production, and productivity tend to increase. These increments showed that rice farming is still in demand by farmers. This study aims to analyze the cost, revenue, and efficiency of rice farming in this regency. The study was conducted in 4 districts; Gondangrejo, Karanganyar, Jaten, and Jatipura. From each district were taken two villages. In total, there were 159 farm households sampled randomly. In average, the revenue of rice farming in Karanganyar is Rp14,429, with yearly costs of Rp7,142, The average annual income therefore reaches Rp7,286, The value of rice farming efficiency is indicating that rice farming in Karanganyar is worth the effort. . 131 126 231 127 279 77 78 275